Untuk di Indonesia, profesi sebagai broker property diawali oleh para makelar. Merekalah yang sejak jaman Belanda terlibat dalam urusan jual beli sewa tanah, sawah, kebun, tambak dan rumah. Mereka hanya mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut ( Eh., mestinya mulut ke kuping ya…) dan mempertemukan antara pembeli dan penjual.
Pada tahun 1960-an, para makelar ini mulai menjadi broker properti tradisional yang mulai memasarkan properti melalui iklan-iklan yang ada di koran- koran.
Yang namanya broker tradisional, mereka ini bekerja secara perseorangan, tanpa kantor dan manajemen yang rapi, hanya bermodalkan dengkul. Karena tidak ada aturan main yang jelas, apalagi perjanjian hitam di atas putih, seringkali timbul masalah yang berkaitan dengan aktifitas mereka. Mark up harga biasa mereka lakukan, selain itu juga mengambil komisi dari kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli. (Wah kanan kiri OK dong).
Seiring berjalannya waktu, di tahun 1990-an, broker property mulai tergolong menjadi tiga kelompok, yaitu : broker tradisional, broker nasional, dan broker afiliasi internasional. Untuk dua kelompok yang terakhir, mereka mengklaim sebagai broker profesional., karena sudah memiliki kantor, berbadan hukum, manajemen modern, penampilan yang rapi dan bekerja berdasarkan perjanjian.
Berikut ini adalah broker afiliasi internasional yang beroperasi di Indonesia dengan sistem waralaba (franchise) :
1. Dari Australia : Ray White, LJ. Hooker, Raine & Horne, Professionals, Roy weston
2. Dari Amerika : Coldwell Banker, Century 21 dan ERA
3. Dari Belanda : Marvin Reeves
Hal yang mengejutkan adalah, tidak semua broker properti agen real estate di Indoesia memiliki lisensi. Inilah indahnya Indonesia (kok indahnya,….he..he…). Tidak ada payung hukum yang mengatur mengenai broker properti di Indonesia. Aturan main yang dipakai hanyalah peraturan internal perusahaan atau kode etik yang dikeluarkan oleh AREBI (Asosiasi Real Estate Broker Indonesia).
Pemerintah hanya mau memungut pajak dari broker properti, dan menikmati hasil kerja mereka tanpa peduli pada kelangsungan hidup bisnis ini. Tanpa adanya payung hukum di profesi broker properti / agen real estate, maka hukum rimba yang bebas aturanlah yang berlaku di dalam kompetisi. Dengan adanya payung hukum dari pemerintah akan memberi kemudahan dan keamanan bagi para pelaku bisnis properti, baik itu broker, pembeli (buyer) ataupun vendor (pemilik)
source : Majalah Properti
Sunday, April 26, 2009
Broker Properti di Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment